Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan Propinsi yang mempunyai status sebagai
Daerah Istimewa. Status Daerah Istimewa ini berkaitan dengan sejarah terjadinya
Propinsi ini, pada tahun 1945, sebagai gabungan wilayah Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman, yang menggabungkan diri dengan wilayah Republik
Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, oleh Bung Karno dan Bung
Hatta.
Ujung sebelah Utara dari propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan puncak gunung
Merapi yang memiliki ketinggian lk. 2920 meter diatas permukaan laut. Oleh para ahli
gunung berapi (vulcanolog) internasional, gunung api ini sangat terkenal karena bentuk
letusannya yang khas dan sejenis dengan letusan gunung api Visuvius di Italia. Sampai
saat ini gunung ini gunung Merapi sangat aktif Puncaknya mengepulkan asap, yang
merupakan panorama khas yang melatar-belakangi pemandangan kota Yogyakarta sebelah
Utara.
Luas Propinsi Daerah Istimewa, lebih kurang 3.186 Km2 berpenduduk 3.020.837 orang (data
Juni 1990) dan terbagi menjadi 5 Daerah tingkat II, yakni : Kotamadya Yogyakarta, yang
merupakan Ibu kota propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Sleman, dengan
Ibukota Beran Kabupaten Bantul, dengan ibukota Bantul Kabupaten Kulonprogo, dengan
Ibukota kota Wates.
Setelah wafatnya Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX sebagi Guberneur Kepala Daerah
Tingkat I Daerah Istimewa Yogyakarta , Pejabat Gubernur Kepala Daerah Propinsi DIY
dijabat oleh Sri Paku Alam VIII yang sebelumnya sebagai Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta
SEJARAH YOGYAKARTA
Antara tahun 1568 – 1586 di pulau Jawa bagian tengah, berdiri Kerajaan Pajang yang
diperintah oleh Sultan Hadiwijaya, di mana semasa mudanya beliau terkenal dengan nama Jaka Tingkir. Dalam pertikaian dengan Adipati dari Jipang yang bernama Arya Penangsang, beliau berhasil mucul sebagai pemenang atas bantuan dari beberapa orang panglima
perangnya, antara lain Ki Ageng Pemanahan dan putera kandungnya yang bernama Bagus Sutawijaya, seorang Hangabehi yang bertempat tinggal di sebelah utara pasar dan oleh
karenanya beliau mendapat sebutan : Ngabehi Loring Pasr. Sebagai balas jasa kepada Ki Ageng Pemanahan dan puteranya itu, Sultan Pajang kemudian memberikan anugerah sebidang daerah yang disebut Bumi Menataok, yang masih berupa hutan belantara, dan kemudian
dibangun mejadi sebuah “tanah perdikan”. Sesurut Kerajaan Pajang, Bagus Sutawijaya yang juga menjadi putra angkat Sultan Pajang, kemudian mendirikan Kerajaan Mataram di atas
Bumi Mentaok dan mengakat diri sebagai Raja dengan gelar Panembahan Senopati.
Salah seoran putera beliau dari pekawinannya dengan Retno Dumilah, putri Adipati
Madiun, memerintah Kerajaan Mataram sebagai Raja ketiga, dan bergelar Sultan Agung
Hanyokrokusumo, Beliau adalah seorang patriot sejati dan terkenal dengan perjuangan beliau merebut kota Batavia, yang dekarang disebut Jakarta, dari kekuasaan VOC, suatu organisasi dagang Belanda. Waktu terus berjalan dan peristiwa silih berganti.
Pada permulaan abad ke-18, Kerajaan Mataram diperintah oleh Sri Sunan Paku Buwono ke II. Setelah beliau mangkat, terjadilah pertikaian keluarga, antara salah seorang putra beliau dengan salah seorang adik beliau, yang merupakan pula hasil hasutan dari
penjajah Belanda yang berkuasa saat itu. Petikaian itu dapat diselesaikan dengan bik melalui Perjanjian Ginyanti, yang terjadi pada tahun 1755, yang isi pokoknya adalah
Palihan Nagari, yang artinya pembagian Kerajaan menjadi dua, yakni Kerajaan Surakata Hadiningrat dibawah pemerintah putera Sunan Paku Buwono ke-III, dan Kerajaan
Ngayogyakarta Hadiningrat dibawah pemerintahan adik kandung Sri Sunan Paku Buwono ke-II
yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat
ini kemudian lazim disebut sebagai Yogyakarta dan sering disingkat menjadi Jogja.
Pada tahun 1813, Sri Sultan Hamengku Buwono I, menyerahkan sebagian dari wilayah
Kerajaannya yang terletak di sebelah Barat sungai Progo, kepada salah seorang puteranya yang bernama Pangeran Notokusumo untuk memerintah di daerah itu secara bebas, dengan
kedaulatan yang penuh. Pangeran Notokusumo selanjutnya bergelar sebagai Sri Paku Alam
I, sedang daerah kekuasaan beliau disebut Adikarto. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI
, beliau menyatakan sepenuhnya berdiri di belakang Negara Republik Indonesia, sebagai
bagian dari negara persatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya bersatatus Daerah
Istimewa Yogyakarta (setingkat dengan Propinsi), sampai sekarang.
KOTA PELAJAR
Antara awal tahun 1946 sampai akhir tahun 1949, selama lebih kuran 4 tahun, Yogyakarta menjadi Ibukota Negara RI. Pada masa itu para pimpinan bangsa Indonesia berkumpul di
kota perjuangan ini. Seperti layaknya sebuah ibukota, Jogja memikat kedatangan para
kaum remaja dari seluruh penjuru tanah air yang ingin berpartisipasi dalam mengisi
pembangunan negara ini yang baru saja medeka. Namum untuk dapat membangun suatu negara diperlukan tenaga-tenaga ahli, terdidik dan telatih. Dan karena itulah yang melatar
belakangin pemerintah RI untuk mendirikan sebuah Universitas, yang kita kenal dengan nama Universitas Gajah Mada, merupakan Universitas Negeri pertama yang lahir pada masa kemerdekaan.
Selanjutnya diikuti dengan berdirinya akademi di bidang kesenian(Akademi Seni Rupa Indonesia dan Akademi Musik Indonesia), serta sekolah tinggi di bidang agama Islam
(Perguruan Tinggi Agama Islam Negaeri, yang selanjutnya menjadi IAIN Sunan Kalijaga).
Pada waktu selanjutnya juga bediri lembaga-lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta di kota Yogyakarta, sehingga hampir tidak ada cabang ilmu pengetahuan yang tidak
diajarkan di kota ini. Hal ini menjadikan kota Jogja tumbul menjadi kota pelajar dan
pusat pendidikan. Sarana mobilitas paling populer di kalangan pelajar,mahasiswa,karyawan,pegawai,pedagang dan masyarakat umum adalah sepeda dan
sepeda motor, yang merupakan sarana trasportasi yang digunakan baik siang mupun di
malam hari. Hal ini menjadika Jogja juga dikenal dengan sebutan kota sepeda.
PUSAT KEBUDAYAAN
Pada hakekatnya, seni budaya yang asli dan indah selalu terdapat di lingkunggan kraton
dan daerah disekitarnya. Sebagai bekas suatu Kerajaan yang besar, maka Yogyakarta
memiliki kesenian dan kebudayaan yang tinggi dan bahkan merupakan pusat sumber seni
budaya Jawa. Hal ini dapat kita lihat dari peninggalan seni-budaya yang dapat kita
saksikan pada pahatan pada monumen-monumen peninggalan sejarah seperti candi-candi, istana Sultan dan tempat-tempat lain yang masih berkaitan dengan kehidupan istana. Dan sebagian dapat disaksikan pada moseum-moseum budaya.
Kehidupan seni tari dan seni lainnya juga masih berkembang pesat di kota Jogja serta
nilai-nilai budaya masyarakat Jogja terukap pula dalam bentuk arsitektur rumah
penduduk, dengan bentuk joglonya yang banyak dikenal di seluruh Indonesia. Andhong
antik di Jogja memperkuat kesan, bahwa Yogyakarta masih memiliki nilai-nilai
tradisional. Seniman terkenal dan seniman besar besar yang ada di Indonesia saat ini,
banyak yang didik dan digembleng di Yogyakarta. Sederetan nama seniman seperti Affandi, Bagong Kusdiharjo, Edi Sunarso, Saptoto, Amri Yahya, Kuswadji Kawindro Susanto dan
lain-lain merupakan nama-nama yang ikut memperkuat pernanan Yogyakarta sebagai Pusat
Kebudayaan.
DAERAH TUJUAN WISATA
Pada masa sekarang, seluruh predikat Yogyakarta luluh mejadi satu dan berkembang menjadi satu dimensi baru : Yogyakarta Sebagai Daerah Tujuan Wisata. Keramah tamahan yang tulus, khas Yogyakarta, akan menyambut para wisatawan di saat mereka datang, sengan kemesraan yang dalam akan mengiring, saat mereka meninggalkan Yogya, dengan
membawa kenangan manisyang tidak akan mereka lupakan sepanjang masa.
Perananya sebagai kota Perjuangan, daerah Pelajar dan Pusat Pendidikan, serta daerah
Kebudayaan, ditunjang oleh panorama yang indah, telah mengangkat Yogyakarta sebagai Daerah yang menarik untuk dikunjungi dan mempesona untuk disaksikan. Yogyakarta juga
memiliki berbagai fasilitas dengan kualitas yang memadai yang tersedia dalam jumlah
yang cukup, Kesemuanya itu akan bisa memperlancar dan memberi kemudahaan bagi para
wisatawan yang berkunjung ke kota Yogya. Sarana transportasi, akomodasi dan berbagai
sarana penunjang lainnya, seperti santapan makan-minum yang lezat, serta aneka ragam
cinderamata, mudah diperoleh di mana-mana.
Sumber : http://yogya2.wasantara.net.id/tour/about.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar